All About Trash, Pengelolaan Tempat Sampah,Permasalahan Persampahan di Indonesia, Masalah Sampah di Indonesia, Masalah Sampah di Indonesia 2016, Makalah Permasalahan Sampah di Indonesia, Solusi Permasalahan Sampah di Indonesia, Permasalahan Sampah Organik di Indonesia, Permasalahan Tentang Sampah di Indonesia, Permasalahan Pengelolaan Sampah di Indonesia, Berita Permasalahan Sampah di Indonesia, Contoh Permasalahan Sampah di Indonesia.
Besarnya penduduk dan keragaman aktivitas di kota-kota
metropolitan di Indonesia seperti Jakarta, mengakibatkan munculnya persoalan
dalam pelayanan prasarana perkotaan, seperti masalah sampah. Diperkirakan hanya
sekitar 60 % sampah di kota-kota besar di Indonesia yang dapat terangkut ke
Tempat Pemerosesan Akhir (TPA), yang operasi utamanya adalah landfilling.
Banyaknya sampah yang tidak terangkut kemungkinan besar tidak terdata secara
sistematis, karena biasanya dihitung berdasarkan ritasi truk menuju TPA. Jarang
diperhitungkan sampah yang ditangani masyarakat secara swadaya, ataupun sampah
yang tercecer dan dibuang ke badan air.
Sampai saat ini paradigma pengelolaan sampah yang digunakan
adalah: KUMPUL – ANGKUT dan BUANG, dan andalan utama sebuah kota dalam
menyelesaikan masalah sampahnya adalah pemusnahan dengan landfilling pada
sebuah TPA. Pengelola kota cenderung kurang memberikan perhatian yang serius
pada TPA tersebut, sehingga muncullah kasus-kasus kegagalan TPA. Pengelola kota
tampaknya beranggapan bahwa TPA yang dipunyainya dapat menyelesaikan semua
persoalan sampah, tanpa harus memberikan perhatian yang proporsional terhadap sarana
tersebut. TPA dapat menjadi bom waktu bagi pengelola kota.
Penyingkiran dan pemusnahan sampah atau limbah padat lainnya
ke dalam tanah merupakan cara yang selalu digunakan, karena alternatif
pengolahan lain belum dapat menuntaskanpermasalahan yang ada. Cara ini
mempunyai banyak resiko, terutama akibat kemungkinan pencemaran air tanah. Di
negara majupun cara ini masih tetap digunakan walaupun porsinya tambah lama
tambah menurun.
Cara penyingkiran limbah ke dalam tanah yang dikenal sebagai
landfilling merupakan cara yang sampai saat ini paling banyak digunakan, karena
biayanya relatif murah, pengoperasiannya mudah dan luwes dalam menerima limbah.
Namun fasilitas ini berpotensi mendatangkan masalah pada lingkungan, terutama
dari lindi (leachate) yang dapat mencemari air tanah serta timbulnya bau dan
lalat yang mengganggu, karena biasanya sarana ini tidak disiapkan dan tidak
dioperasikan dengan baik.
Dilihat dari komposisi sampah, maka sebagian besar sampah kota
di Indonesia adalah tergolong sampah hayati, atau secara umum dikenal sebagai
sampah organik. Sampah yang tergolong hayati ini untuk kota-kota besar bisa
mencapai 70 % dari total sampah, dan sekitar 28 % adalah sampah non-hayati yang
menjadi obyek aktivitas pemulung yang cukup potensial, mulai dari sumber sampah
(dari rumah-rumah) sampai ke TPA. Sisanya (sekitar 2%) tergolong B3 yang perlu
dikelola tersendiri.
Berdasarkan hal itulah di sekitar tahun 1980-an Pusat
Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) ITB memperkenalkan konsep Kawasan Industri
Sampah (KIS) pada tingkat kawasan dengan sasaran meminimalkan sampah yang akan
diangkut ke TPA sebanyak mungkin dengan melibatkan swadaya masyarakat dalam
daur-ulang sampah. Konsep ini sempat diuji coba di beberapa kota termasuk di
Jakarta. Konsep sejenis sudah dikembangkan di Jakarta yaitu Usaha Daur-ulang
dan Produksi Kompos (UDPK) yang dimulai sekitar tahun 1991. Tetapi konsep ini
tidak berjalan lancar karena membutuhkan kesiapan semua fihak untuk merubah
cara fikir dan cara pandang dalam penanganan sampah, termasuk cara pandang
Pengelola Kota setempat. Konsep yang sejenis diperkenalkan oleh BPPT dengan
zero-waste nya. Secara teknis keberhasilan cara ini banyak tergantung pada
bagaimana memilah dan memisahkan sampah sedini mungkin, yaitu dimulai dari
sampah di rumah yang telah dipisah, gerobah sampah yang terdiri dari beberapa
kompartemen serta truk sampah yang akan mengangkut sampah sejenis menuju
pemerosesan.
Sampah yang dibuang ke lingkungan akan menimbulkan masalah
bagi kehidupan dan kesehatan lingkungan, terutama kehidupan manusia. Masalah
tersebut dewasa ini menjadi isu yang hangat dan banyak disoroti karena
memerlukan penanganan yang serius. Beberapa permasalahan yang berkaitan dengan
keberadaan sampah, di antaranya:
Masalah estetita (keindahan) dan kenyamanan yang merupakan
gangguan bagi pandangan mata. Adanya sampah yang berserakan dan kotor, atau
adanya tumpukan sampah yang terbengkelai adalah pemandangan yang tidak disukai
oleh sebagaian besar masyarakat.
Sampah yang terdiri atas berbagai bahan organik dan
anorganik apabila telah terakumulasi dalam jumlah yang cukup besar, merupakan
sarang atau tempat berkumpulnya berbagai binatang yang dapat menjadi vektor
penyakit, seperti : lalat, tikus, kecoa, kucing, anjing liar, dan sebagainya.
Juga merupakan sumber dari berbagai organisme patogen, sehingga akumulasi
sampah merupakan sumber penyakit yang akan membahayakan kesehatan masyarakat,
terutama yang bertempat tinggal dekat dengan lokasi pembuangan sampah.
Sampah yang berbentuk debu atau bahan membusuk dapat
mencemari udara. Bau yang timbul akibat adanya dekomposisi materi organik dan
debu yang beterbangan akan mengganggu saluran pernafasan, serta penyakit lainnya.
Timbulan lindi (leachate) , sebagai efek dekomposisi
biologis dari sampah memiliki potensi yang besar dalam mencemari badan air
sekelilingnya, terutama air tanah di bawahnya. Pencemaran air tanah oleh lindi
merupakan masalah terberat yang mungkin dihadapi dalam pengelolaan sampah di
Indonesia.
Sampah yang kering akan mudah beterbangan dan mudah
terbakar. Misalnya tumpukan sampah kertas kering akan mudah terbakar hanya
karena puntung rokok yang masih membara. Kondisi seperti ini akan menimbulkan
bahaya kebakaran.
Sampah yang dibuang sembarangan dapat menyumbat
saluran-saluran air buangan dan drainase. Kondisi seperti ini dapat menimbulkan
bahaya banjir akibat terhambatnya pengaliran air buangan dan air hujan.
Beberapa sifat dasar dari sampah, seperti kemampuan
termampatkan yang terbatas, keanekaragaman komposisi, waktu untuk
terdekomposisi sempurna yang cukup l ama, dan sebagainya, dapat menimbulkan
beberapa kesulitan dalam pengelolaannya. Misalnya, diperlukan lahan yang cukup
luas dan terletak agak jauh dari pemukiman penduduk, sebagai lokasi pembuangan
akhir sampah, volume sampah yang besar merupakan masalah tersendiri dalam
pengangkutannya, begitu juga dengan masalah pemisahan komponen-komponen
tertentu sebelum proses pengolahan, dan lain-lain.
Di negara-negara berkembang, seperti Indonesia, kurangnya
kemauan Pemerintah Daerah, kurangnya kesadaran penghasil sampah akan pentingnya
penanganan sampah yang baik merupakan masalah tersendiri dalam pengelolaan
sampah, khususnya di kota-kota besar.
Pertambahan penduduk yang demikian pesat di daerah perkotaan
(urban) telah mengakibatkan meningkatnya jumlah timbulan sampah. Dari studi dan
evaluasi yang telah dilaksanakan di kota-kota di Indonesia, dapat
diidentifikasi masalah-masalah pokok dalam pengelolaan persampahan kota, di
antaranya :
Keberhasilan pengelolaan, bukan hanya tergantung aspek
teknis semata, tetapi mencakup juga aspek non teknis, seperti bagaimana
mengatur sistem agar dapat berfungsi, bagaimana lembaga atau organisasi yang
sebaiknya mengelola, bagaimana membiayai sistem tersebut dan yang tak kalah
pentingnya adalah bagaimana melibatkan masyarakat penghasil sampah dalam
aktivitas penanganan sampah. Untuk menjalankan sistem tersebut, harus
dilibatkan berbagai disiplin ilmu, seperti perencanaan kota, geografi, ekonomi,
kesehatan masyarakat, sosiologi, demografi, komunikasi, konservasi, dan ilmu
bahan. Sebelum UU-18/2008 dikeluarkan, kebijakan pengelolaan sampah perkotaan
di Indonesia memposisikan bahwa pengelolaan sampah perkotaan
Merupakan sebuah sistem yang terdiri dari 5 komponen, yaitu:
-
Peraturan / hukum
-
Kelembagaan dan organisasi
-
Teknik operasional
-
Pembiayaan
-
Peran serta masyarakat.
Bila diperhatikan, konsep ini sebetulnya berlaku tidak hanya
untuk pendekatan pemecahan masalah persampahan, tetapi juga untuk sektor lain
yang umumnya terkait dengan pelayanan masyarakat.
Peraturan/hukum:
Aspek pengaturan didasarkan atas kenyataan bahwa negara
Indonesia adalah negara hukum, dimana sendi-sendi kehidupan bertumpu pada hukum
yang berlaku. Manajemen persampahan kota di Indonesia membutuhkan kekuatan dan
dasar hukum, seperti dalam pembentukan organisasi, pemungutan retribusi,
ketertiban masyarakat, dan sebagainya. Peraturan yang diperlukan dalam
penyelenggaraan sistem pengelolaan sampah di perkotaan antara lain adalah yang
mengatur tentang :
Ketertiban umum yang terkait dengan penanganan sampah
Rencana induk pengelolaan sampah kota -Bentuk lembaga dan
organisasi pengelola -Tata-cara penyelenggaraan pengelolaan
Besaran tarif jasa pelayanan atau retribusi
Kerjasama dengan berbagai fihak terkait, diantaranya
kerjasama antar daerah, atau kerjasama dengan pihak swasta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar